Sebagai sebuah negara berkembang dengan total lebih adari 200 juta jiwa penduduk, Indonesia memang memiliki anggaran nasional yang fantastis. Pembangunan infrastruktur di mana-mana dan kebutuhan untuk rakyat, memicu utang pemerintah yang menembus angka Rp 4.034,8 triliun sampai Februari 2018.
Dengan nilai luar biasa fantastis itu, utang ini ternyata naik 13,46% jika dibandingkan dengan utang Indonesia pada Februari 2017.detikFinance melansir bahwa sebagian besar utang berbentuk rupiah sebesar 59% dan sisanya yakni 41% berbentuk valuta asing (valas). Melalui angka itu terungkap bahwa rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 29,24%. Nilai rasio utang itu masih jauh di bawah batas minimal yang diizinkan UU Keuangan Negara, sementara nilai maksimal PDB adalah 60%.
Menurut Dradjad H Wibowo selaku ekonom senior Institut Perbanas, posisi utang Indonesia masih dalam kategori aman secara makro ekonomi. Hanya saja jika dilihat dari sisi penerimaan negara, ternyata kurang aman karena dianggap sebagai beban sangat berat dalam alokasi APBN.Namun di antara anggota G-20, Indonesia jadi negara dengan PDB terendah kedua setelah Rusia yang cuma mencatat 12,6%.Sementara itu PDB tertinggi dicatat negara-negara maju seperti Jepang (250,4%), Italia (131,5%) dan Amerika Serikat (104,5%). PDB Indonesia juga jauh di bawah India (69,5%) dan China (46,2%).
Meskipun dibandingkan negara G-20, utang Indonesia masih relatif kecil, hal itu bukan jadi tak ada masalah. “Rasio utang pemerintah masuk kategori aman jika mampu membayar pinjaman jatuh tempo baik pokok atau bunga. Di Indonesia, tiga sumber untuk membayar utang itu dari aset dan tabungan pemerintah, penerimaan pemerintah (pajak atau non pajak) dan utang baru. Tetapi rasio pajak Indonesia masih di level 11-12%, terendah di antara negara anggota G-20 dan di dunia,” ungkap Dradjad.
Utang Luar Negeri Pemerintah Sentuh Rp 771 T
Dradjad menyebutkan jika penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada 2017 mencapai Rp 1.660 triliun yang 31% di antaranya habis untuk membayar pokok dan utang. Tak heran kalau akhirnya pemerintahan Jokowi menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai program andalan. Pada 2018, anggara infrastruktur mencapai Rp 409 triliun, jauh lebih kecil daripada pembayaran pokok dan bunga utang 2017 yang menyentuh Rp 510 triliun.
Dengan PDB yang terus meningkat, pemerintah saat ini memberikan beban utang lebih berat pada pemerintah berikutnya. Tak heran kalau akhirnya pinjaman luar negeri Indonesia mencapai Rp 771,6 triliun. Melalui Erwin Ginting selaku Kepala game slot pulsa Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Pembiayaan DJPPR Kemenkeu, Jepang, Jerman, Prancis, Korea Selatan, China dan Amerika Serikat adalah pemberi utang luar negeri Indonesia. Sedangkan para pemberi utang tetap adalah World Bank, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Utang Indonesia Meroket, DPR RI Minta Dua Hal
Melihat jumlah utang, ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya ada di kisaran 5%. Menurut Enny Sri Hartati selaku Direktur INDEF, Indonesia harus bisa pertumbuhan ekonomi minimal di atas 6% supaya punya modal kuat. Lepas dari itu, tingginya utang pemerintah sampai membuat Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet angkat bicara. Politisi partai Golkar ini meminta agar BI terus menjaga kelancaran sistem pembayaran utang.Tak hanya itu saja, Bamsoet juga berharap pemerintah memperkuat cadangan devisa, terutama dari kegiatan ekspor untuk memperbaiki rasio utang luar negeri supaya ketahanan ekonomi domestik terjaga.